Poros Informasi – Ketidakpastian kebijakan tarif impor yang digulirkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuat industri manufaktur Indonesia memilih sikap wait and see. Para pelaku usaha masih menunggu kepastian hasil negosiasi pemerintah Indonesia dengan AS. Kejelasan kebijakan ini dinilai krusial untuk menumbuhkan kepercayaan diri mereka di tengah kondisi ekonomi yang menantang.
Ancaman Impor dan Tarif Resiprokal

Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, mengungkapkan kekhawatiran utama pelaku industri bukan hanya sebatas penerapan tarif resiprokal dari AS. Lebih dari itu, mereka cemas dengan potensi membanjirnya produk impor dari negara-negara yang terkena dampak tarif Trump. Indonesia berisiko menjadi pasar alternatif, mengancam industri dalam negeri.
"Pelaku industri kita tidak hanya khawatir dengan tarif resiprokal dari Presiden Trump, tetapi juga potensi limpahan produk dari negara lain yang terkena dampaknya. Ini bisa membuat Indonesia menjadi tempat pembuangan barang impor," jelas Febri.
Pemerintah Diminta Bergerak Cepat
Banyak pelaku industri dan asosiasi telah menyampaikan keluhan mereka kepada Kementerian Perindustrian. Mereka berharap pemerintah segera mengeluarkan kebijakan strategis untuk melindungi industri dalam negeri.
"Mereka menunggu kebijakan strategis dari pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri agar dapat bersaing di pasar domestik dan menjadi tuan rumah di negara sendiri," tambah Febri.
Sekitar 20% produk industri nasional diekspor, sementara 80% terserap pasar domestik. Oleh karena itu, melindungi pasar domestik sangat penting untuk keberlangsungan industri nasional.
Dorongan Optimisme dan Kebijakan Pro-Investasi
Kementerian Perindustrian berkomitmen menciptakan iklim usaha yang optimistis. Namun, dukungan penuh dari seluruh pemangku kepentingan, terutama kementerian dan lembaga terkait, sangat dibutuhkan untuk segera menerbitkan kebijakan pro-investasi dan perlindungan industri dalam negeri.
"Jangan sampai pasar domestik yang sudah mengalami penurunan permintaan justru dipenuhi dengan barang-barang impor," tegas Febri.
Tekanan Global dan PMI Manufaktur yang Menurun
Industri manufaktur Indonesia menghadapi tantangan besar dari ketidakpastian pasar global dan domestik. Perang tarif AS dan serbuan produk impor menjadi faktor penyebabnya.
Laporan S&P Global menunjukkan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada April 2025 berada di level 46,7, mengindikasikan fase kontraksi (di bawah 50). Penurunan signifikan sebesar 5,7 poin dibandingkan bulan Maret (52,4) menunjukkan menurunnya optimisme dan kepercayaan diri pelaku industri manufaktur. Kondisi ini memperkuat perlunya langkah cepat dan tepat dari pemerintah untuk mengatasi situasi tersebut.